Konon katanya, terbentuknya wilayah-wilayah di Desa Kabunan ada sejak Kerajaan Mataram. Ada tokoh yang melarikan diri dari Kerajaan Mataram, dan tidak berani pulang karena takut dihukum. Akhirnya bermukim di wilayah Kabunan, kemudian membuat area perkebunan dan dikelola secara turun temurun, sehingga terbentuklah Desa Kabunan. Di wilayah dusun 4, wilayah yang jarang penduduk, ada makam, kebun-kebun yang dikelola penduduk, dan pondok-pondok tempat istirahat. Terdapat situs-situs di Kabunan Timur: makan dan padepokan.

Ada cerita juga, nama Kabunan diperoleh dari kata “embun”, diberi nama “Kabunan” karena ada orang yang singgah dan tinggal di kebun dan terkena embun. Tetapi cerita ini dianggap kurang pas dan tidak ada bukti.

Di Desa Kabunan, ada tradisi unik untuk Kepala Desa, yaitu Boyong Kentong, di mana kentongan dijadikan simbol kepemimpinan kepala desa. Setiap kali pergantian kepala desa, akan dilakukan pula serah terima kentongan. 

Di kentongan ini terdapat aksara Jawa bertuliskan “Nyi Dewi Roro Ayu Sri Rezeki”, yang merupakan seorang wanita yang wujudnya dikatakan seperti Nyi Roro Kidul, wanita dengan kebaya Jawa berwarna hijau.

Kentongan asli sudah berumur ratusan tahun dan berukuran lebih besar dari replikanya yang ada di ruang Kepala Desa di Balai Desa Kabunan.

Pada zaman dulu, kentongan ini digunakan untuk alat komunikasi, mengumpulkan warga dan melakukan sosialisasi, dan digunakan ketika ada kejadian-kejadian khusus.

Kentongan ini dibuat dari bahan kayu nangka. Untuk replika Kentongan dibuat pada tahun 2020.

Ada juga Hio, dari tradisi Jawa, lidi yang dibakar tiap kamis malam Jumat kliwon, yang juga memiliki fungsi mengharumkan ruangan.